Konflik diskriminasi agama di Bantul
Wafiudin abrory mughni 195120101111031
Andini Hilyahtul Husna 195120107111036
Ujian akhir semester konflik dan rekonsiliasi
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.512 pulau serta memiliki
berbagai suku dan agama yang tersebar diseluruh Indonesia. Sebagai negara
kepulauan yang memiliki keberagaman suku, agama, budaya. Adanya keberagaman
tersebut tentunya sangat rawan dan berpotensi besar terjadinya koflik sosial.
Seperti salah satunya adalah pada kasus diskriminasi sosial keagamaan yaitu
kasus penolakan menempati rumah yang menimpa Slamet Jumiarto yang berprofesi
sebagai seorang pelukis, warga non-muslim yang baru mengontrak di sebuah rumah
milik warga Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. di
lansir dari kompas.com. Slamet Jumiarto pada mulanya ingin mengontrak salah satu
rumah warga di desa tersebut yaitu Suroyo untuk jangka satu tahun. Slamet pada
mulanya diterima baik oleh pemilik rumah bahkan pemilik rumah tidak
mempermasalahkan agama yang dianutnya. Setelah merapikan rumah kontrakan baru
yang ditinggali nya slamet melapor ke ketua RT setempat disana slamet memberikan
fotocopy dokumen seperti KK, KTP dan surat nikah. Namun, setelah mengetahui
bahwa slamet bukan beragama islam melainkan beragama katolik, slamet pun ditolak
tinggal di desa tersebut. penolakan tersebut didasari aturan dusun setempat yang
tertera pada aturan dusun nomor 03/Pokgiant/Krt/Plt/X/2015. Dalam aturan
tersebut pendatang non-muslim tidak di izinkan untuk tinggal di desa tersebut.
aturan tersebut dibuat dan disahkan oleh kepala dukuh karet, bapak Iswanto
bersama dengan 30 tokoh masyarakat dan agama pada tahun 2015. Dasar peraturan
tersebut adalah untuk mengantisipasi percampuran makan antara muslim dan non
muslim, setelah dibahas, disepakati aturan pelarangan adanya pembelian tanah dan
bertempat tinggal di dusun karet.
Setelah itu slamet pergi ke ketua kampung dan
mendapatkan hasil yang sama yaitu ditolak. Kemudian slamet membagikan kekecawaan
nya melalui rekaman dan dikirim ke beberapa pihak termasuk sekretaris Gubernur
DIY Sri Sultan Hamenkubuwono X. Kemudian di arahkan ke Sejda DIY dan diteruskan
ke sekda bantul. bahkan curhatan sekitar 4 menit tersebut ramai dibicarakan di
sejumlah media online. Berselang sehari kemudia yaitu pada hari senin 1 Maret
2019 slamet di panggil untuk mediasi oleh pemkab Bantul di kantor Sekda
Kabupaten Bantul. pada mediasi itu juga turut hadir kepala dukuh, lurah dan rt
desa setempat. Sepanjang proses mediasi yaitu pada Senin dan Selasa malam
akhirnya memutuskan mengubah keputusan warga dan Slamet diterima tinggal di
dusun Karet selama 6 bulan saja, Menurut slamet hal tersebut seakan menjadi
penolakan secara halus sehingga Setelah proses mediasi yang cukup panjang slamet
akhirnya bersedia pindah Dengan syarat mengembalikan seluruh biaya yang sudah
dikeluarkan dan aturan dusun tersebut dicabut supaya tidak ada lagi korban
seperti dirinya kedepan nya.
Konflik permasalahan agama di daerah Bantul ini
dapat dilihat berdasarkan teori konflik dari Jurgen Habermas yang menawarkan
pemikiran dan gagasan yang mendukung tindakan komunikasi sebagai penyelesaian (
Gora, Olifia , 2017) mengenai adanya dominasi struktural dan komunikasi karena
kelompok dalam struktur masyarakat yang mempunyai perangkat wewenang sehingga
bisa mengarahkan berbagai kebijakan kepada orang lain. Dalam hal ini dapat
dilihat bahwa kelompok tersebut merupakan lurah dan ketua kampung karet Bantul
yang mempunyai wewenang dan bisa mengarahkan masyarakat di Dusun karet dengan
kebijakan yang mereka buat, sehingga Kepala lurah, rt, dan kepala desa bisa
membuat aturan untuk masyarakat dusun karet mentaati aturan bahwa hanya orang
islam yang boleh tinggal di daerah tersebut. Tidak hanya itu, pemikiran Jurgen
Habermas juga menjelaskan bahwa adanya komunikasi instrumental yang berisikan
komunikasi yang menyertakan kepentingan untuk mengusai dan menundukkan.
Dalam
konflik permasalahan agama dusun karet mungkin memberikan sedikit sikap
menundukkan atau menguasai khusus nya agar masyarakat setempat mentaati
peraturan apa yang sudah tertulis. Kebijakan yang dibuat oleh petinggi setempat
seperti lurah dkk ingin menundukkan konflik yang sedang dialami tersebut.Konflik
lahan ini dapat dilihat berdasarkan teori konflik dari Jurgen Habermas mengenai
adanya dominasi struktural dan komunikasi karena kelompok dalam struktur
masyarakat yang mempunyai perangkat wewenang sehingga bisa mengarahkan berbagai
kebijakan kepada orang lain. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa kelompok tersebut
merupakan kepala lurah, rt, desa, dan lainnya yang mempunyai wewenang dan bisa
mengarahkan masyarakat di desa karet dengan kebijakan yang mereka buat, sehingga
masyarakat wajib mentaati dan bila tidak akan mendapat teguran dan juga dapat
dikeluarkan dari desa tersebut. Kemudian, dalam pemikiran Jurgen Habermas juga
dijelaskan bahwa adanya komunikasi instrumental yang berisikan komunikasi yang
menyertakan kepentingan untuk mengusai dan menundukkan.
Komunikasi instrumental
hanya memberi peluang pada pemilik kekuasaan, tidak akan menciptakan kesepahaman
atau mutual understanding Dalam agama di desa karet mungkin sedikit terlihat
sikap menundukkan atau menguasai, namun dapat dilihat bahwa sikap dari petinggi
berusaha untuk memenangkan argumentasinya bagi orang asing dan beragama non
islam yang tidak bisa tinggal disana dan ingin menundukkan konflik yang sedang
dialami tersebut. Tidak ada alasan Kongkret kenapa seorang nonis tidak dapat
tinggal disana. Peraturan yang dibuat juga menentang pancasila dan tidak
menggambarkan toleransi yang ada. Penyelesain konflik yang seharusnya dilakukan
adalah komunikasi instrumental yang memberikan kesepahaman yang saling mengisi
dan memahami atau yang disebut dari komunikasi instrumental menjadi komunikasi
intersubjektif. Tidak hanya mediasi yang hasil nya hanya mengalah namun harus
disepakati kedua nya sehingga konflik yang seperti ini tidak terulang. Mungkin
peraturan dapat dibuat ulang dan lain hal yang menindak lanjuti kasus intoleran
ini dengan membuka ruang dialog yang bebas dari dominasi kekuasaaan.
Selanjutnya. Perlunya edukasi dan pengawansan terhadap tiap tiap desa sehingga
kurang nya pemahaman mengenai toleransi yang hanya sebatas tidak menyerang pihak
lain harus dirubah dan ketakutan serta proteksi warga akan munculnya gangguan-
gangguan ketika muncul orang yang berbeda agama.
DAFTAR PUSTAKA
- Olifia, S., & Gora, R. (2017). Membangun Paradigma Komunikasi Dalam Perspektif Habermas. Jurnal Ikom Usni, 5(2), 66-86.
- Yuwono, M. (2019, 04 02). Kisah Slamet, Melawan Peraturan Dusun yang Diskriminatif di Bantul. (R. Belaminus, Editor) Retrieved Desember 10, 2021, from Kompas.com: https://regional.kompas.com/read/2019/04/02/18352951/kisah-slamet-melawan-peraturan-dusun-yang-diskriminatif-di-bantul?page=all#page2
Komentar
Posting Komentar